Wednesday, September 20, 2006

REVISI KUHP : Perlindungan Berlebihan Atas Agama

Berita Kompas beberapa waktu yang lalu menyebutkan revisi KUHP meningkatkan jumlah delik agama dari 1 Pasal menjadi 8 Pasal:
Pasal 341

Penghinaan terhadap agama
Pasal 342
Menghina keagungan Tuhan
Pasal 343
Perbuatan menodai agama
Pasal 344
Perbuatan menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempel tulisan atau gambar yang bermuatan penghinaan

atau penodaan terhadap agama
Pasal 354
Penghasutan untuk meniadakan keyakinan terhadap agama
Pasal 346
Mengganggu, merintangi, atau membubarkan dengan cara kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap

jamaah yang sedang menjalankan ibadah
Pasal 347
Mengejek orang yang sedang menjalankan ibadah atau mengejek petugas agama.
Pasal 348
Menodai atau merusak atau membakar bangunan tempat ibadah atau benda yang dipakai untuk beribadah.

Kaum beragama sangat takut akan kritik terhadap agama. Jika memang yakin akan kebenaran agamanya, mengapa harus demikian takut? Hanya mereka yang tidak yakin akan kebenaran keyakinannya yang takut dikritik.


Seragam Rok Panjang Anak Sekolah



Beberapa waktu yang lalu, ketika sedang terhadang macet sehingga mobil harus berhenti agak lama di dekat sebuah sekolah, tiba-tiba saya merasa aneh : mengapa semua anak sekolah mengenakan rok panjang semata kaki padahal mereka tidak mengenakan jilbab? Mengapa di sekolah biasa (bukan madrasah) anak-anak perempuan tidak mengenakan rok sepanjang lutut, seperti zaman saya dulu?
Mungkin saya agak terlambat memperhatikan lingkungan sekitar. Supir saya menerangkan, bahwa di Tangerang – bagian provinsi Banten – semua anak sekolah harus mengenakan rok panjang, bahkan di sekolah anaknya, hari Sabtu bukan lagi waktunya berseragam pramuka, tapi waktunya mengenakan jilbab.
Apa artinya semua ini? Mengapa anak-anak dan remaja perempuan itu harus mengenakan rok panjang; apa salah kaki mereka sehingga harus ditutup dengan pakaian yang tidak praktis itu?
Tentulah alasannya bukan karena kaki mereka rusak sehingga tidak patut dilihat. Sebaliknya, pasti alasannya adalah untuk “kesopanan”, yang arahnya untuk membentuk “moralitas”, lebih jauh lagi, mungkin untuk memenuhi norma agama.
Padalah lihatlah. Mereka harus naik kendaraan umum, berjalan melewati tanah yang penuh debu, di tengah udara tropis yang panas. Seragam rok panjang tidak praktis untuk naik kendaraan umum, untuk berjalan di atas tanah atau aspal berdebu, karena bagian bawah rok bisa menyangkut di kendaraan dan membawa kotoran dan debu dari jalan yang dilalui.
Keadaan di atas menunjukkan bahwa negara ini semakin mundur – pemerintah pusat tidak mempunyai kekuasaan menghadapi peraturan yang dibuat pemerintah daerah, dan perempuan semakin dianggap sebagai obyek dan pembuat dosa, sehingga bahkan anak-anak sekolah pun tidak boleh memakai rok sepanjang lutut!

Tuesday, September 19, 2006

ESQ Training

Suatu hari, saya mendapat laporan bahwa sebuah lembaga keuangan mikro (LKM) menggunakan dana subsidi pendidikan (yang seharusnya untuk meningkatkan kompetensi teknis) untuk training esq. Saya sedikit terkejut... demikian trendnya training ini (menurut iklannya telah ada sekitar 200 ribu alumni), sampai sebuah lkm juga merasa harus mengikutinya.
Tapi pertanyaan kemudian muncul: seberapa penting dan perlukah training ini, sampai semua perusahaan merasa harus mengirimkan pegawainya? Saya justru merasa prihatin, karena training yang berlabel “Leadership” di belakang kata-kata emotional dan spiritual ini sesungguhnya mengajarkan indoktrinasi agama dan cenderung meningkatkan konservatifme. Tak jauh beda dengan seminar Amway yang bernama Leadership Seminar, namun berisi brainwashing untuk menjalankan skema piramid berkedok mlm.
Berikut beberapa hal yang dapat menjadi catatan dari training esq profesional yang pernah saya ikuti :

A. Metode Training
1. Indoktrinasi
Training bersifat satu arah dan berdasarkan satu agama yang otoritas/ kebenarannya dianggap hampir mutlak. Selain itu doktrin training ini yaitu “hapuskan semua, termasuk literatur (yang pernah dibaca), agar dapat menerima pencerahan dan manfaat dari training” mengarah pada brainwashing (inducing a person to modify his/her beliefs, attitude or behavior by conditioning things in various forms of pressure).

2. Hipnosis
Sekitar setengah dari materi training disampaikan dalam suasana gelap; peserta diminta duduk di lantai, menutup mata, mengingat masa lalu atau dosa-dosa, trainer menyampaikan kisah-kisah agama atau kisah cengeng lainnya untuk menarik emosi peserta agar merasa bersalah, berdosa besar dan melupakan rasionya, kemudian trainer membentak-bentak peserta agar mengaku dosa, mengakui kebesaran Allah dan meneriakkan namanya keras-keras, bersujud beberapa menit, diiringi tangisan histeris perempuan trainer. Setelah selesai, ruangan terang kembali, peserta diajak bernyanyi, mengikuti permainan, bergembira, diberi hadiah-hadiah kecil, demikian berganti-ganti. Metode ini dapat disebut sebagai hipnosis.

B. Materi Training
1. Informasi yang bias
Untuk menumbuhkan spiritualitas berdasarkan pengetahuan akan betapa tidak berartinya manusia dalam alam semesta, training menggunakan penemuan dan gambar-gambar dari sains mutakhir (kosmologi). Namun disini sains diinterpretasikan sesuai doktrin agama untuk melegitimasi kebenaran tulisan dalam kitab suci, sehingga memberi kesan bahwa sains tidak bertentangan dengan agama bahkan telah tertulis di dalamnya. Informasi ini sangat bias, karena ayat-ayat yang tidak sesuai dengan temuan sains mutakhir (misalnya biologi) tidak disebutkan dan sains yang tidak sesuai dengan doktrin agama tidak diakui. Menyatakan gerakan benda langit dan ritual mengelilingi kabah sebagai hal yang sama yaitu bukti bahwa semua diciptakan Tuhan untuk bertasbih kepadanya adalah merupakan interpretasi agama dari pembuat training, namun bukan pengetahuan obyektif.

2. Agama sebagai satu-satunya sumber moralitas
Training menganggap moralitas hanya bisa diperoleh dengan adanya rasa takut kepada Allah yaitu hukuman Tuhan/ neraka dan harapan untuk memperoleh balasan/surga. Segala hal yang baik tidak peduli dari manapun datangnya dianggap merupakan perwujudan sifat Allah, dan segala perbuatan harus berdasarkan untuk Allah. Dengan demikian training telah menganggap manusia tidak dapat memiliki moralitas, integritas dan kebaikan tanpa bantuan Allah (agama). Hal ini tidak benar. Nilai-nilai dan moralitas bergerak sejalan dengan perkembangan peradaban. Moral yang berdasarkan pada ketakutan akan hukuman dan keinginan mencari balasan adalah penuh pamrih dan lebih rendah dari moralitas yang berdasarkan pengertian, martabat dan harga diri, yang tidak mengharapkan balasan apapun selain keinginan untuk berbuat baik dan bekerja keras. Agama memang telah membantu banyak orang dalam memberikan harapan, penghiburan dan petunjuk moral, akan tetapi agama juga telah banyak menimbulkan penindasan, pembunuhan dan peperangan, selain menunda kemajuan ilmu pengetahuan selama berabad-abad. Moralitas/nilai-nilai yang kita hargai saat ini seperti tiadanya perbudakan, diakuinya kebebasan berpendapat, berkeyakinan, kesetaraan gender, toleransi dll sebagian besar adalah hasil perjuangan para ilmuwan (yang memungkinkan dihapuskannya perbudakan) dan para pemikir bebas (yang memungkinkan agama dipisahkan dari negara sehingga menghasilkan kemajuan ilmu pengetahuan dan dunia yang lebih baik bagi lebih banyak orang), yang tidak terkungkung oleh dogma agama bahkan menolaknya.

3. Penggunaan ritual agama secara berlebihan
Dalam training, peserta diminta :
a. Mencontoh Nabi Ibrahim dalam mencintai Allah (padahal mungkin kisah tersebut pelajaran kepada bangsa Arab zaman dulu agar menghentikan kebiasaan memberi kurban persembahan anak laki-laki pertama),
b. Meniru gerakan ibadah haji (kaum penyembah berhala telah melakukan ibadah sejenis jauh sebelum muncul agama islam),
c. Ditunjukkan kehebatan bangsa Arab meluaskan wilayah dan memajukan ilmu pengetahuan (untuk apa membanggakan bangsa Arab zaman dulu? Apabila maksudnya agar umat Islam memiliki kebanggaan dan berusaha meraih kemajuan ilmu pengetahuan kembali, tentu caranya bukan dengan menanamkan kepercayaan buta kepada agama, melainkan mengajarkan berpikir kritis dan merdeka. Apabila mengajak untuk meluaskan ajaran Islam, maka berdasarkan contoh yang disajikan berarti dengan peperangan).

4. Penggunaan kesaksian dan keajaiban
Dalam satu sesi trainer menceritakan kisah seorang alumni training yang mendapatkan keajaiban (pertolongan Tuhan) karena menerapkan prinsip training, yaitu mengingat dan meminta pertolongan Allah pada saat genting. Selain itu dihadirkan pula kesaksian dua orang alumni training yang masih remaja. Ini adalah metode pengajaran agama biasa, yang mendasarkan kemampuannya mempertahankan dan menarik pengikut dengan kisah mujizat dan kesaksian. Dalam zaman modern ini, masyarakat tidak diajak berpikir rasional, tetapi masih dibujuk dengan keajaiban , tak ada bedanya dengan upaya nabi-nabi menarik pengikut pada ribuan tahun lalu.

5. Manajemen dan leadership
Materi dan suasana agama Islam konservatif sangat kental sehingga saya tidak melihat atau mendapat sesuatu yang baru tentang manajemen dan leadership, kecuali kalau yang dimaksud adalah bahwa untuk menjadi karyawan atau pemimpin yang baik harus selalu ingat dan takut pada Tuhan dan mengikuti 99 sifatNya.

Training ini sejalan dengan meningkatnya konservatisme yang dibiarkan berkembang oleh pemerintah dan semua pihak yang berwenang :
1. Tidak ada tindakan hukum atau komentar yang menyalahkan/menegur pelaku :
a. Penyerangan terhadap organisasi Islam liberal.
b. Penutupan jalan terhadap sekolah Kristen
c. Pembakaran rumah pengikut Ahmadiyah
d. Pelarangan melaksanakan kebaktian di rumah sendiri
e. Penutupan klenteng
f. Penyerangan terhadap fasilitas umum yang dianggap “maksiat”
g. Penyerangan terhadap rumah demonstran anti RUU APP
2. Dipaksakannya pembahasan RUU APP meskipun menimbulkan bibit perpecahan bangsa.
3. Dibiarkannya beberapa daerah (Bulukumba- Sulsel, Padang, Banten dll) menerapkan syariat Islam sesuai versi masing-masing.
4. Produksi dan penayangan sinetron agama yang berlebihan dan semakin bersifat takhyul.
5. Perlombaan pengkhotbah agama kanak-kanak di televisi.

Training ESQ, meskipun terdapat peserta dari agama lain, namun sangat bernuansa Islam konservatif, yang di luar training tercermin dari materi yang terdapat dalam majalah Nebula, pakaian perempuan panitia training, dan vcd yang dijual di luar ruangan training (Harun Yahya).
Selain itu, mengingat training ini juga memiliki kelas untuk anak-anak dan remaja, memberikan training gratis untuk guru, maka.. bayangkanlah akibatnya pada bangsa ini... betapa kerasnya agama membelenggu cara berpikir : dari pelajaran agama yang wajib diikuti rakyat seumur hidup (sejak SD s.d. univ.), tayangan televisi, ditambah dengan indoktrinasi agama model ESQ, sementara penyeimbangnya, yaitu organisasi, media massa, tayangan tv dan buku yang mengajak bersikap dan berpikir kritis, skeptik, rasional dan bebas tidak mudah diperoleh rakyat banyak, karena semua pihak terancam oleh rasa takut terhadap Islam konservatif, yang sewaktu-waktu siap menyerang dan memberi fatwa hukuman mati kepada siapapun yang berani berpikiran bebas dan kritis.
Hanya beberapa gelintir yang berani berpikir bebas disini, seperti Pramoedya, Gusdur, dan jika di Eropa atau AS para ilmuwan berperan besar menebarkan kebebasan berpikir dan rasionalitas kepada rakyat banyak, dimana ya para ilmuwan Indonesia?