Thursday, July 16, 2009

Indoktrinasi, Skeptisisme, Informasi

Ada seorang pembaca blog ini yang menyatakan bahwa tidak ada yang salah dengan indoktrinasi, hipnosis, selama maksudnya baik, dan skeptisme harus dihindari.
Baiklah. Mengapa saya tidak setuju dengan indoktrinasi, hipnosis?

Indoktrinasi ialah pengajaran kepada seseorang atau sekelompok orang tanpa memberikan kesempatan kepada pihak lain untuk bersikap kritis. Dengan demikian indoktrinasi menutup diri dari pertanyaan, penelitian dan ketidakpercayaan. Setiap pertanyaan yang meragukan kebenaran doktrin yang diajarkan adalah tabu, tidak patut dan dosa. Hipnosis adalah salah satu metode untuk menanamkan indoktrinasi, dengan melumpuhkan syaraf-syaraf kesadaran dan rasio agar ajaran mudah masuk ke dalam otak tanpa disadari oleh pihak lain, sehingga tidak ada perlawanan. Metodenya antara lain melalui pembangkitan emosi, sehingga rasionalitas dan daya kritis seseorang diharapkan menghilang. Dengan demikian keduanya bersifat paksaan.
Sejak kecil, anak-anak telah didoktrin dengan ajaran tentang kepercayaan orang tuanya masing-masing secara intensif. Saya katakan didoktrin, karena tidak seperti ilmu pengetahuan alam atau ilmu sosial, dimana pertanyaan apapun tidak dilarang bahkan murid ditantang untuk membuktikan kebenaran pernyataan atau teori yang diajarkan, dalam hal kepercayaan, pertanyaan kritis dilarang, dan ketidakpercayaan bahkan keraguan saja diancam dengan pembakaran dalam neraka untuk selama-lamanya serta penghinaan dan pengucilan dari masyarakat. Disini doktrin memanfaatkan rasa takut untuk menanamkan ajaranya.
Sejak kecil anak-anak telah diajarkan untuk tidak bertanya dengan kritis, untuk takut berpikir bebas atau berbeda, untuk belajar menerima apapun yang diajarkan betapapun absurd dan bertentangan dengan logika dan fakta empiris. Itu sebabnya, para orang tua berusaha keras mengajarkan kepercayaannya kepada anak-anak sejak sedini mungkin. Sebelum mereka mengetahui apapun, mereka telah diberikan pengetahuan yang tidak terbantahkan kebenarannya dan tidak boleh dipertanyakan lagi. Pengetahuan, yang akan menjadi kepercayaan mereka di masa dewasa ini, akan menyelamatkan jiwa dan hidup mereka.
Kita hidup dalam dunia informasi yang bias. Jika seseorang malas belajar, puas dengan hidup ini dan tidak ingin mengetahui lebih banyak, dunia hanya memberikan informasi dari satu sisi. Yaitu informasi yang sesuai untuk sifat massa. Informasi tersebut belum tentu benar, namun dapat diterima massa karena bersifat menenangkan dan menghibur. (Ingat budaya massa?)
Pengetahuan dan kebudayaan berkembang, namun perkembangan itu seringkali perlahan, dan tidak semua orang dapat mengaksesnya pada saat awal perkembangannya.
Bayangkan anda hidup di zaman tidak lama setelah Galileo. Ketika itu semua orang masih percaya bahwa bumi adalah pusat alam semesta, karena demikian yang tergambar dari kitab suci dan dipercaya oleh gereja. Sebagian besar orang tidak mengetahui, bahwa sebenarnya bumilah yang mengitari matahari. Sudah tentu sebagian besar masyarakat juga mendukung gereja, yang menghukum Galileo atau siapapun yang berpendapat tidak sama dengan kepercayaan yang dianut masyarakat waktu itu. Kini kita mengetahui, bahwa masyarakat banyak itu, dan otoritas, salah. Dan perlu ratusan tahun hanya untuk memperjuangkan hal tersebut. Dari sini kita dapat mengambil pelajaran:
Pendapat otoritas belum tentu benar
Pendapat mayoritas publik (massa) bisa salah.
Kitab suci tidak menceritakan sesuatu yang berarti tentang alam semesta
Kejadian di atas berulangkali terjadi. Setelah astronomi, kemudian kedokteran, lalu biologi. Kejadiannya sama. Mula-mula mereka menolak, kemudian karena bukti-bukti tidak dapat dibantah lagi akibat terlalu banyak, akhirnya terpaksa mengakui.
Namun kejadian-kejadian di atas membuka mata kita, bahwa percaya begitu saja tidak benar. Bahwa kita bisa menemukan banyak hal jika kita tidak menerima begitu saja indoktrinasi yang diberikan oleh otoritas. Bahwa dengan bersikap skeptik, kita dapat mengarah kepada kebenaran yang sesungguhnya.
Berapa banyak informasi yang anda miliki tentang cara bekerja alam semesta? Tentang luas alam semesta? Tentang sejarah agama? Tentang sejarah peradaban manusia? Adakah informasi tersebut mudah kita dapatkan?
Khususnya di Indonesia, informasi tersebut hampir tidak bisa didapatkan secara memuaskan. Mengapa? Karena informasi yang ada hanya dari satu sisi. Dan jika anda hanya mengetahui informasi dari satu sisi, bagaimana anda dapat menghadapi kritik dengan baik?
Catatan:
Menurut data dari industri perbukuan, penjualan buku agama mencapai 60% dari total penjualan buku di Indonesia. Dari sini saja sudah terlihat, penyebaran informasi apa yang paling banyak terdapat di masyarakat.

2 comments:

Anonymous said...

awal yang baik

Rati said...

terima kasih